Dreamy Backpacker: Dia Yang Memanggilku Enthung

30/05/15

Dia Yang Memanggilku Enthung


Banyak orang selalu menanyakan mengapa aku suka jalan – jalan, apakah aku tidak lelah. Bukan jalan – jalan yang aku sukai tapi melakukan perjalanan. Dalam perjalanan, aku merasa ditempa sebagai manusia. Melatihku dalam mengenal banyak orang, berempati, berbagi, dan merasakan, tapi yang paling penting adalah mengenal diri sendiri. Selalu bertumbuh.

Itu juga yang menjadi alasanku membuat Pikkunikku. Membantu para pemimpi mewujudkan impiannya. Saat ini bukan uang yang menjadi dasar pikkunikku, tapi hanya ingin berbagi ilmu dan mimpi. 

Sejak pendaftaran peserta sampai sehari sebelum berangkat, ada peserta yang selalu meminta pertimbanganku sampai hal – hal kecil. Terakhir tentang barang bawaan. Bakal merepotkan nih mbaknya, pikirku.

Tapi pikiranku salah, dia yang pada awal – awal perkenalan memanggilku saudara kembar karena nama kami sama, ternyata sangat ramah. Namanya Dian Arumsari alias Arum Sarilangit. Aku memanggilnya Mbak Arum Arum. Perempuan berkerudung, cantik nan modis ini adalah coach, penulis, pendamping patah hati. Si pemilik OSMO.

---

Sebelum dan ketika di Jepang banyak hal yang aku pikirkan yang membuat beban di hati, dari menit ke menit semakin berat, namun Allah SWT tak membiarkanku sendirian. Peserta pikkunikku pelan – pelan menjadi seperti keluarga.

Ada satu malam, aku ceritakan semua ketakutanku, bebanku, sedihku kepada Mbak Arum. Tak terasa air mata itu mengalir. Satu hal yang membuatku trenyuh, ketika dia berkata, “Bilang ke Ibu, nggak usah khawatir, kamu udah punya kakak di Jakarta. Yang bakal jagain kamu.”

Kakak.

Mungkin itu jawaban atas doaku saat itu. Dalam perjalanan itu aku menemukan seorang kakak.

Setelah pulang pun kami masih intens berkomunikasi. Kadang – kadang aku merasa dia lebih galak dari ibuku.

“thuuung, lagi dimana?”

“thuuung, dah maem belum?”

“thuuuung…thuuuung!!”

Dia memanggilku enthung sekarang, karena cara tidurku yang mirip enthung atau kepompong.

Selain kepada-Nya, aku curahkan segala keluh kesahku pada mbak ku ini. Di saat rasa sakit itu datang, banyak kata – katanya yang menguatkanku.

“Tulang boleh patah – patah, kakimu boleh berdarah – darah, tapi aku yakin yang namanya Arum Apriliyana tidak akan kekurangan bahan untuk membuat tongkat penyangga. Tetap berjalan ya thung, walaupun masih pelan – pelan.”

Insya Allah.

Semoga Mbakku ini tidak bosan mendengar ceritaku. Terima kasih telah menjadi pom – pom ku, suatu saat aku pasti siap menjadi pom – pom mu.


Metamorfosis kehidupanku dari seekor ulat yang buruk rupa, sekarang sedang menjadi kepompong (enthung) dan ketika waktunya tiba semoga bisa bertumbuh menjadi kupu – kupu yang indah. 


5 komentar:

  1. aq terharu membacanyanya., hehehe.,.,

    BalasHapus
  2. Susssss... are u ok?
    Miss u

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Tulisan yang paling tulus dan bikin baper sepanjang membacanya ya ini! #kaburakh

    BalasHapus