Banyak
orang selalu menanyakan mengapa aku suka jalan – jalan, apakah aku tidak lelah.
Bukan jalan – jalan yang aku sukai tapi melakukan perjalanan. Dalam perjalanan,
aku merasa ditempa sebagai manusia. Melatihku dalam mengenal banyak orang,
berempati, berbagi, dan merasakan, tapi yang paling penting adalah mengenal
diri sendiri. Selalu bertumbuh.
Itu
juga yang menjadi alasanku membuat Pikkunikku. Membantu para pemimpi mewujudkan
impiannya. Saat ini bukan uang yang menjadi dasar pikkunikku, tapi hanya ingin
berbagi ilmu dan mimpi.
Sejak
pendaftaran peserta sampai sehari sebelum berangkat, ada peserta yang selalu
meminta pertimbanganku sampai hal – hal kecil. Terakhir tentang barang bawaan.
Bakal merepotkan nih mbaknya, pikirku.
Tapi
pikiranku salah, dia yang pada awal – awal perkenalan memanggilku saudara
kembar karena nama kami sama, ternyata sangat ramah. Namanya Dian Arumsari
alias Arum Sarilangit. Aku memanggilnya Mbak Arum Arum. Perempuan berkerudung,
cantik nan modis ini adalah coach, penulis, pendamping patah hati. Si pemilik OSMO.
---
Sebelum
dan ketika di Jepang banyak hal yang aku pikirkan yang membuat beban di hati,
dari menit ke menit semakin berat, namun Allah SWT tak membiarkanku sendirian. Peserta
pikkunikku pelan – pelan menjadi seperti keluarga.
Ada satu
malam, aku ceritakan semua ketakutanku, bebanku, sedihku kepada Mbak Arum. Tak terasa
air mata itu mengalir. Satu hal yang membuatku trenyuh, ketika dia berkata, “Bilang
ke Ibu, nggak usah khawatir, kamu udah punya kakak di Jakarta. Yang bakal
jagain kamu.”
Kakak.
Mungkin
itu jawaban atas doaku saat itu. Dalam perjalanan itu aku menemukan seorang
kakak.
Setelah
pulang pun kami masih intens berkomunikasi. Kadang – kadang aku merasa dia
lebih galak dari ibuku.
“thuuung,
lagi dimana?”
“thuuung,
dah maem belum?”
“thuuuung…thuuuung!!”
Dia
memanggilku enthung sekarang, karena cara tidurku yang mirip enthung atau
kepompong.
Selain
kepada-Nya, aku curahkan segala keluh kesahku pada mbak ku ini. Di saat rasa
sakit itu datang, banyak kata – katanya yang menguatkanku.
“Tulang
boleh patah – patah, kakimu boleh berdarah – darah, tapi aku yakin yang namanya
Arum Apriliyana tidak akan kekurangan bahan untuk membuat tongkat penyangga.
Tetap berjalan ya thung, walaupun masih pelan – pelan.”
Insya
Allah.
Semoga
Mbakku ini tidak bosan mendengar ceritaku. Terima kasih telah menjadi pom – pom
ku, suatu saat aku pasti siap menjadi pom – pom mu.
Metamorfosis
kehidupanku dari seekor ulat yang buruk rupa, sekarang sedang menjadi kepompong
(enthung) dan ketika waktunya tiba semoga bisa bertumbuh menjadi kupu – kupu yang
indah.
aq terharu membacanyanya., hehehe.,.,
BalasHapusSusssss... are u ok?
BalasHapusMiss u
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTulisan yang paling tulus dan bikin baper sepanjang membacanya ya ini! #kaburakh
BalasHapus