China,
sebenarnya bukan salah satu negara yang ingin aku kunjungi. Kalau bukan karena
bujuk rayu sahabatku, Niken, mungkin aku tak akan menginjakan kaki di negeri
Bambu ini. Perjalanan ke China kali ini benar - benar seperti pertaruhan.
Dengan dana yang sangat terbatas, aku akan berpetualang di China - Hongkong-
Makau selama 7 hari. Ditambah lagi baru 3 hari menjelang keberangkatan aku baru
mendapat visaku, tidak sempat membuat asuransi perjalanan. Plus yang paling
edan adalah aku harus berangkat ke China
sendirian dan kemampuan bahasa Mandarinku sangat amat sangat terbatas.
Ini mungkin yang namanya nekad.
Singapore-Shenzhen-Guangzhou-Macau-Hongkong
mungkin rute yang terlalu umum bagi backpacker. Bahkan mungkin sudah banyak
teman-temanku yang datang ke sana. Tapi tak mengapa. Bagiku perjalanan lah yang
penting, bukan tujuannya. Journey that matters, not the destination. Banyak
orang yang menyayangkan kenapa aku tak ke Beijing, tak melihat salju. Kata
mereka, belum ke China kalo belum menginjakkan kaki di Tembok Besar China.
Perjalananku kali ini semoga akan membuktikan kalau orang-orang itu tak
sepenuhnya besar. Pertaruhan.
Dan
ketika fajar baru saja datang menyapa, aku sudah berada di angkot menuju Pasar
Minggu dan langsung duduk tenang di Damri menuju Bandara. Jam 7, tepat waktu,
aku sampai di Bandara Soekarno-Hatta. Carrier Eiger dan ransel Joger sudah
melekat di badan. Walaupun belum ada teori yang membuktikan tapi setiap lima menit saja, aku sudah merasa memendek 1
cm. Benar-benar berat. Eiger ku dipenuhi dengan 2 space maker yang aku beli di ACE Hardware berisi jaket dan pakaian musim dingin, segala titipan Niken dan Rina mulai dari
lotion 1,5 liter, obat-obatan, supermi, keripik singkong khas Temanggung,
minyak wangi 6 botol. Sekedar informasi Niken dan Rina adalah sahabatku yang
sekolah di China dan yang menjadi pemandukuku selama di China. Titipan mereka aku
anggap sebagai timbal balik menemaniku di China. Sepadan.
Terminal 1, Changi Airport |
Kembali
ke Negeri Singa, aku sangat percaya diri berada di sini, walaupun aku berpetualang
sendirian. Semua orang bisa bahasa Inggris dan semua petunjuk sangat jelas di
depan mata terlebih lagi aku telah dua kali menjelajahi kota ini. Gampang. Lagi
pula aku hanya di Singapura hanya 7 jam. Ya. Aku hanya transit di sini sebelum
melanjutkan kegilaan ke China.
Sebelum
berangkat aku sudah berencana matang bahwa aku akan menikmati segalanya yang
gratis di Singapura. Jadi, aku tak punya sedolar pun di kantongku. Sama
sekali. Sebagai informasi, Bandara Changi menyediakan banyak fasilitas gratis
bagi penumpang transit. Dengan jeda 5 jam, pilihanku adalah heritage city tour
lalu nonton film di transit area dan menikmati seluncur di dunia maya. Semuanya
gratis. Dan kemudian semuanya berjalan tak sesuai rencana.
Di
terminal 1 aku menghampiri meja informasi.
"Can
I help you?", kata petugasnya tersenyum ramah
"yes,
I want to join this tour.", kataku tersenyum bingung
"sorry,
but once you pass the immigration, you are no longer eligible to join this
tour.", kata petugas tersenyum kasihan.
"oh,
I see.", jawabku tertunduk lesu, tersenyum kecut. KECUT. Rencana
gratisanku berantakan.
Berhubung
cacing peliharaanku di dalam perut sudah demo besar-besaran. Saatnya makan
siang. Pertanyaannya adalah di mana. Cuma 1 tempat yang terpikir olehku. Masakan
padang di Asia Food Court di Basement Lucky Plaza. Disinilah makanan andalanku
di Singapura. Tapi yang pasti tujuan pertamaku adalah Money changer. Di dompet
adanya cuma Yuan Renminbi. Setelah berhitung keras, semedi, berurai air mata
akhirnya aku keluarkan 2 lembar merah bergambar Mao Zedong.
Hop. Naik
MRT dari Bandara Changi menuju Lucky Plaza, Orchard adalah pekerjaan gampang.
Sampai di Stasiun MRT Orchard, kepercayaan diriku masih berada di langit ke
tujuh. Aku keluar melalui pintu E. Setelah menyusuri lorong itu, aku terjebak
di persimpangan. Kanan atau kiri. Tanpa bertanya siapapun aku putuskan ambil
kanan. Kesalahan Besar. Tak tahu bagaimana ceritanya, aku sudah berada di dalam
mall yang tak aku kenal dan tak tahu cara keluar. Dan tanpa bertanya siapapun,
aku mencoba mencari jalan keluar. 30
menit rasanya seperti 2 jam. Akhirnya aku berada di persimpangan tadi
dan ku pilih jalan yang benar. Sayangnya ketika berada di jalan Orchard, aku
lupa dimana letak Lucky Plaza. KECUT. Dengan 20 kilo beban di pundak, aku hilir
mudik tanpa arah. Kesimpulannya adalah tersesat. Salah satu kebiasaanku dalam
berpetualang. Tuminah. Itulah wangsit yang terlintas di otakku. Ya. Si Tuminah,
android kesayanganku. Berbekal sinyal wifi gratis, aku pakai aplikasi navigasiku
untuk cari tempat makan masakan Padang itu. KETEMU!!!. Aku dan cacing
peliharaan ku yang bersorak gembira. Sepiring nasi berlaukkan ayam gulai, telur
mata sapi, paru goreng dan segelas es teh. Luar biasa.
Setelah
menikmati setiap suap nasi dan tetes es teh dan sedikit bercengkerama dengan
ibu-ibu pelancong dari Indonesia, aku beranjak kembali ke Bandara Changi.
Sesampainya di Terminal 3, aku dengan santainya duduk-duduk menikmati suasana
karena pesawatku masih 3 jam lagi. Pas check in aku tak menemukan penerbanganku
di papan pengumuman. Aku salah terminal. Ternyata Tiger Airways adanya di budget
terminal bukan di terminal 3. KECUT.
Lariiiiiiiiiii.
Terminal-terminal di Changi dihubungkan dengan skytrain, tapi khusus budget
terminal hanya dihubungkan dengan shuttle bus dari terminal 2. Ketika sampai di
halte, untuk menyakinkan diriku aku bertanya pada seorang ibu disebelahku.
"sorry,
is this the bus stop for shuttle bus for
budget terminal?" tanyaku sopan.
Dia cuma
geleng - geleng, bingung. Dan dia mulai bicara dengan bahasa yang tak ku
mengerti. Mandarin.
Akhirnya
kami berkomunikasi seadanya menggunakan bahasa Inggrisnya yang sangat minim dan bahasa Mandarinku yang sangat parah.
Besok
akan kuceritakan apa rasanya makan "sate keringat" di Shenzhen dan
bagaimana cara keliling China dalam 1 hari. Terima kasih sudah membaca.
"KETEMU!!!"
BalasHapusgreat kaka (y)
apanya yang ketemu???
BalasHapusbtw terima kasih kaka...