Dreamy Backpacker: Tokyo Dulu dan Kini Melebur di Asakusa

03/07/13

Tokyo Dulu dan Kini Melebur di Asakusa

Dari Haneda menuju Asakusa di mana hostel kami, Asakusa Smile, harus naik monorel dan dilanjutkan dengan naik kereta. Sekedar informasi bahwa Tokyo memiliki system transportasi yang kompleks tapi sangat mudah dimengerti. Terdapat JR (Japan Railways) milik pemerintah, Metro Subway, Toei Subway dan Monorel milik swasta. Mungkin karena inilah, transportasi sangat mahal di Tokyo. Bayangkan saja ¥190 untuk jarak terpendek. Tapi untuk menyiasatinya terdapat banyak pilihan diskon misalnya Japan Rail Pass, One Day Subway Pass, Seishun 18 Kippu dan lain – lain. Untuk perjalanan bandara – Asakusa, aku memilih airport pass (¥500) mencangkup monorel dan sekali jalan kereta JR.

Berbekal sepotong kertas petunjuk lokasi hostel, kami berhasil menemukannya cukup cepat. Tapi ternyata kami datang terlalu pagi dan resepsionisnya buka jam 9. Yang bisa kami lakukan hanyalah menitipkan tas kami dan menemukan tempat untuk makan dan KFC dekat stasiun Asakusa adalah pilihan putus asa. 

Tiba di depan kasir, aku syok. Ternyata belum ada menu ayam, hanya menu sarapan yaitu kebab. Satu hal yang kalian perlu tahu tentang aku, aku bukan petualang kalau menyangkut makanan. Sepertinya seumur hidup aku tak pernah makan kebab. Tapi apalah daya, cacing peliharaanku perlu makan. Penampilan makanan khas Timur Tengah ini tidak seindah gambar. Sepotong kecil ayam, mayones dan saus tomat dibungkus roti tipis bukan sarapan pertama di Jepang yang aku bayangkan. 

Sarapan selesai hanya dalam waktu 30 menit, bingung akan melakukan apa. Tidak bisa tidur di hostel, maka bangku KFC pun jadi.
Tidur Nyenyak di Bangku KFC
Asakusa Smile Hostel
Jam 9 tepat, kami meluncur ke Asakusa Smile Hostel. Lokasinya sangat mudah dicari, berada di Asakusa, sebelah timur laut Tokyo. Daerah ini merupakan salah satu daerah wisata unggulan Tokyo. Nuansa masa lalu terasa jelas dari kawasan Senso-Ji dan Nakamise sedangkan kecanggihan masa kini terlihat jelas dari maskot Tokyo yang paling baru, Tokyo Sky Tree yang tingginya konon menembus awan itu.

Sebenarnya check in baru boleh jam 3 – 5 sore, tapi karena sudah ada yang kosong satu, Bang Eko bisa langsung pakai. Bang Eko kebagian kamar dormitory dengan 6 tempat tidur campur. Di Hostel ini terdapat wifi, internet, laundry dan dapur yang tersedia tanpa tambahan biaya. Harga satu malam untuk satu tempat tidur antara ¥1900 – ¥2100 tergantung hari. Kamar-kamar terletak di lantai 2-4, sedangkan di lantai 1 terdapat resepsionis, luggage room dan pastinya kafe. 

Sedangkan kamarku dan Sita ternyata berada di gedung berbeda yang terletak 500 meter dari Asakusa Smile. Berhubung kamarku belum siap, kami menumpang mandi di Hostel utama dan melanjutkan pertualangan.

gedung Asahi Beer
Antara hostel dan Asakusa terdapat jembatan indah membelah sungai Sumida. Di tepiannya terdapat sakura berbaris rapi, menari bersama angin. Di sebelah sisi timur sungai, Gedung Asahi Beer yang monumental berdiri gagah, walaupun awalnya aku agak kurang paham maksud gumpalan kuning di atas gedung itu. Setiap melihatnya aku tertawa geli, karena membayangkan yang aneh – aneh. Setelah dilakukan pencarian di internet ternyata artinya adalah api yang membara. Tapi orang Tokyo sendiri lebih mengenalnya dengan “big poo” atau “kotoran besar”. 

Sedangkan di sisi barat terdapat Tokyo Cruise Center yang melayani perjalanan Waterbus Tour. Sebenarnya bisa menjadi pilihan bagi pelancong jenis koper karena harganya berkisar ¥4000 – ¥8000 . Ketika kami melintas di depannya, seorang laki-laki berjas menghampiri kami menawarkan paket wisata.

“sorry, where are you come from?”, sapanya
“Indonesia.” Jawab kami enggan, karena kami tahu dia akan menjual sesuatu.
“You know bla bla bla.” dia menjelaskan semua yang ada di brosur sangat teliti, panjang dan cepat tanpa bisa di sela.

Water Bus Tokyo
Aku dan mas Eko berusaha melipir. Mungkin karena mas nya ganteng, Sita tersihir. Sampai akhirnya dia bisa bilang kalau sedang buru-buru. Dia pun tersenyum ramah dan memberikan beberapa brosur. Bukannya kami tidak sopan, tapi naik waterbus tidak ada dalam agenda kami.
Tapi kemudian baru aku baca di brosurnya bahwa selain tur berbayar juga ada yang gratis. Yaitu keliling Asasuka selama dua jam dengan pemandu setiap hari Senin dan Kamis. Kalau ingin bergabung, bisa mendaftar di Tokyo Cruise Center jam 09.00. Sayangnya hari Senin kami akan ke Museum Doraemon. 

Jirikinsha
Tambahan lagi, di dekat jembatan banyak laki-laki dengan rupa menawan berpawakan sempurna menawarkan jinrikisha, semacam becak yang ditarik manusia. Harga yang ditawarkan ¥6000-¥8000 per 30 menit. Bagiku melihat mereka saja sudah jadi hiburan tersendiri. Perlu diingat bahwa jinrikisha di Tokyo hanya ada di Asakusa.



Jalan Shin – Nakamise dan Nakamise
Shin-Nakamise
Tujuan pertama ku adalah beli oleh-oleh titipan di Nakamise. Di sini terdapat hampir semua oleh – oleh khas jepang dengan harga yang kurang terjangkau bagi petualang dengan budget ketat seperti aku. Sebagai gambaran saja, satu gantungan kunci atau tempelan kulkas ¥350-¥500, boneka kokeshi ¥800-¥4000, kaos ¥950-¥1500 dan kimono yang mencapai puluhan ribu yen. Tapi nantinya aku sadar oleh-oleh di sini ternyata lebih murah dari pada di tempat lain. Menurutku oleh-oleh yang terjangkau adalah makanan. Kemasan makanan disini sangat ekslusif dengan harga murah, rata – rata ¥650-¥1000 isi 10-20 buah. 
Satu lagi yang menarik tentang Nakamise, banyak jajanan rakyat khas Jepang. Aku, Sita dan mas Eko dimanjakan dengan makanan unik-unik, setidaknya menurutku. Sebagai manusia yg kurang eksperimen dalam hal makanan, aku mendobrak tembokku selama di Jepang. Yang pertama adalah Senbei, sejenis kerupuk beras rasa asin seharga ¥70, yang biasa ¥50. Ketika dibilang asin ternyata lebih terasa asin daripada garam. Harusnya aku pilih rasa biasa saja.
Senbei, Kerupuk beras
Imagawaki yang dibuat dengan tangan
Imagawaki yang dibuat dengan tangan
Makanan kedua adalah imagawayaki. Makanan ini adalah semacam 2 pancake yang disatukan dan tengahnya diisi dengan selai kacang merah (azuki) yang terasa manis. Selai yang terbuat dari kacang azuki, gula, madu dan tepung banyak dijumpai di makanan manis khas jepang (wagashi). Dan enaknya dimakan hangat-hangat. Mantap. Tidak perlu beli sebungkus, bisa cukup satu saja (¥60). Selain kedua makanan tadi aku juga mencicipi ayam goreng dan dorayaki milik Sita. Lumayan gratis.
 
Kedai Ayam Goreng
  
Senso – Ji
Senso Ji
Masih di kawasan yang sama, terdapat kuil Shinto yang paling tua di Jepang yaitu Senso-Ji. Sebenarnya bangunan yang megah ini sebagian besar bukan bangunan asli. Kuil yang dibangun pada tahun 645 ini dibom pada Perang Dunia ke 2 kemudian dibangun kembali sebagai simbol kelahiran dan kedamaian pada masyarakat Jepang. Keindahan bangunan ini semakin sempurna dengan sakura bermekaran di sekelilingnya. Setiap tahun sekitar minggu ketiga bulan Mei, disini selalu diadakan salah satu festival terbesar di Jepang yaitu Sanja Matsuri. Festival yang digelar 3 hari berturut – turut ini biasanya dihadiri lebih dari 2 juta orang. Info lebih lengkap tentang Sanja Matsuri bisa dilihat di sini.



Tapi satu yang menarik perhatianku adalah O-mikuji, pembaca peruntungan. Caranya adalah masukkan ¥100 pada kotak yang tersedia, kemudian kocok tabung yang berisi stik bambu sebesar sumpit. Kocok sampai keluar satu stik lalu cocokkan tulisan di stik itu dengan laci-laci berisi kertas peruntungan. Untuk melakukannya aku membutuhkan bantuan ibu-ibu Jepang di sebelahku.
Sumimasen.” Sapaku dan menunjuk stikku dan laci mengisyaratkan aku tidak tahu caranya.
“Hai Hai.” Sambutnya dengan sangat ramah.
Setelah menemukan kertasku, dia melonjak bahagia membacanya. Pasti bagus ini pikirku. Tapi kemudian dia menerangkannya dengan bahasa Jepang. Wajahku yang awalnya berseri-seri berubah menjadi kebingungan.
“I don’t know, sorry.” Jawabku bingung
Lalu aku membaca kertas itu yang ternyata ada terjemahan Inggrisnya dan tersenyum bahagia ke atas awan. Apa isinya? Cukup Allah, ibu itu dan aku yang tahu.

Kemudian mereka mengisyaratkan untuk mengikat kertas itu untaian kawat yang berada di samping tempat aku mendapat kertas tadi. Hal ini dilakukan apabila mendapat peruntungan buruk maka semoga hal itu akan tetap berada disana dan dijauhkan. Lain halnya jika peruntungan baik maka kertas bisa dibawa pulang sebagai jimat keberuntungan atau diikat agar efek baiknya semakin besar. 

 Bismillah.


10 komentar:

  1. subhanallah.. subhanallah.. kepingin banget ya Allah.. bisa gila lama-lama baca 2postingan di blognya. :D punten, teteh pake tour guide teu?

    BalasHapus
  2. @dwi Oktafianti: gak pake say.. semua direncanain sendiri.. jadi bisa jauh lebih murah

    BalasHapus
  3. Negara yg aku impikan untuk kudatangi.....klo perjalanan sendiri apa gak kesasar ya?

    BalasHapus
  4. kesasar adalah keindahan perjalanan kang... Aq dah sering banget kesasar, tapi itu bisa jadi oleh2 cerita yang lucu lho :)

    BalasHapus
  5. Mbak maaf saya mau bertanya, apa makanan yang di jual di sana halal. Rencana saya mau libur ke tokyo tp kwatir dengan makanan/restoran yg halal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kebanyakan tidak halal. Kalau sudah mentok, saya makan yoshinoya. Tapi disana ada beberapa restoran India dan Pakistan yang halal. Coba digoggling dengan keyword, halal food in Japan. :)

      Hapus
  6. hallo mba, mba aku sama temen ku ber 2 bulan maret akhir mau ke jepang insyallah mau tanya dong mba kalo paling enak tinggal di daerah mana ya yang dekat kemana mana di tokyo, dan kalo bulan maret cuaca di tokyo bagaimana ya?? baju apa yang harus kami siapkan?? terimakasih mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf baru balas, kelewat baca komennya. Semoga jawabanku berguna buat yang lainnya. Untuk Maret cuacanya masih sedikit dingin tapi mulai masuk ke musim semi. Jadi suhunya sekitaran 6-18 derajat.

      Untuk penginapan cari yang dekat dengan Asakusa atau Ueno, karena dari sana mudah untuk kemana - mana dan disekitaran sana banyak tempat yang bisa dikunjungi untuk menikmati sakura yang mekar diakhir bulan maret.

      have fun :)

      Hapus
  7. Melihat keramahan Tokyo. Mungkin hal itu yang bisa dikatakan ketika berkunjung di kota ini, banyak orang beranggapan Tokyo adalah kota metropolis kelas atas yang selalu terdepan dan mengutamakan inovasi. Asakusa menyajikan sesuatu yang lain. Ia menunjukkan budaya Jepang dengan adanya kuil Senso-ji yang masih berdiri kokoh hingga saat ini, lampion merah besar dengan huruf hiragana masih menjadi daya tarik utama bagi mereka yang menginjakkan kakinya di Asakusa. Distrik ini tidak pernah sepi. Para wisatawan selalu memadati area yang dipenuhi toko pernak-pernik dan lucky charm khas Jepang, menikmati naik rigsaw yang ditarik pemuda Jepang yang berpakaian tradisional, sampai ke tempat makan dengan sentuhan otentik negeri sakura ini dan harga yang relatif terjangkau.

    BalasHapus