Dari Haneda menuju Asakusa di mana hostel kami, Asakusa Smile,
harus naik monorel dan dilanjutkan dengan naik kereta. Sekedar informasi bahwa
Tokyo memiliki system transportasi yang kompleks tapi sangat mudah dimengerti.
Terdapat JR (Japan Railways) milik pemerintah, Metro Subway, Toei Subway dan
Monorel milik swasta. Mungkin karena inilah, transportasi sangat mahal di Tokyo.
Bayangkan saja ¥190 untuk jarak terpendek. Tapi untuk menyiasatinya terdapat
banyak pilihan diskon misalnya Japan Rail Pass, One Day Subway Pass, Seishun 18
Kippu dan lain – lain. Untuk perjalanan bandara – Asakusa, aku memilih airport
pass (¥500) mencangkup monorel dan sekali jalan kereta JR.
Berbekal sepotong kertas petunjuk lokasi hostel, kami
berhasil menemukannya cukup cepat. Tapi ternyata kami datang terlalu pagi dan
resepsionisnya buka jam 9. Yang bisa kami lakukan hanyalah menitipkan tas kami
dan menemukan tempat untuk makan dan KFC dekat stasiun Asakusa adalah pilihan
putus asa.
Tiba di depan kasir, aku syok. Ternyata belum ada menu ayam,
hanya menu sarapan yaitu kebab. Satu hal yang kalian perlu tahu tentang aku,
aku bukan petualang kalau menyangkut makanan. Sepertinya seumur hidup aku tak
pernah makan kebab. Tapi apalah daya, cacing peliharaanku perlu makan.
Penampilan makanan khas Timur Tengah ini tidak seindah gambar. Sepotong kecil
ayam, mayones dan saus tomat dibungkus roti tipis bukan sarapan pertama di
Jepang yang aku bayangkan.
Sarapan selesai hanya dalam waktu 30 menit, bingung akan
melakukan apa. Tidak bisa tidur di hostel, maka bangku KFC pun jadi.
Jam 9 tepat, kami meluncur ke Asakusa Smile Hostel. Lokasinya
sangat mudah dicari, berada di Asakusa, sebelah timur laut Tokyo. Daerah ini
merupakan salah satu daerah wisata unggulan Tokyo. Nuansa masa lalu terasa
jelas dari kawasan Senso-Ji dan Nakamise sedangkan kecanggihan masa kini
terlihat jelas dari maskot Tokyo yang paling baru, Tokyo Sky Tree yang
tingginya konon menembus awan itu.
Sebenarnya check in baru boleh jam 3 – 5 sore, tapi karena
sudah ada yang kosong satu, Bang Eko bisa langsung pakai. Bang Eko kebagian
kamar dormitory dengan 6 tempat tidur campur. Di Hostel ini terdapat wifi,
internet, laundry dan dapur yang tersedia tanpa tambahan biaya. Harga satu
malam untuk satu tempat tidur antara ¥1900 – ¥2100 tergantung hari. Kamar-kamar
terletak di lantai 2-4, sedangkan di lantai 1 terdapat resepsionis, luggage
room dan pastinya kafe.
Sedangkan kamarku dan Sita ternyata berada di gedung berbeda
yang terletak 500 meter dari Asakusa Smile. Berhubung kamarku belum siap, kami
menumpang mandi di Hostel utama dan melanjutkan pertualangan.
gedung Asahi Beer |
Antara hostel dan Asakusa terdapat jembatan indah membelah
sungai Sumida. Di tepiannya terdapat sakura berbaris rapi, menari bersama angin.
Di sebelah sisi timur sungai, Gedung Asahi Beer yang
monumental berdiri gagah, walaupun awalnya aku agak kurang paham maksud
gumpalan kuning di atas gedung itu. Setiap melihatnya aku tertawa geli, karena
membayangkan yang aneh – aneh. Setelah dilakukan pencarian di internet ternyata
artinya adalah api yang membara. Tapi orang Tokyo sendiri lebih mengenalnya
dengan “big poo” atau “kotoran besar”.
Sedangkan di sisi barat terdapat Tokyo Cruise Center
yang melayani perjalanan Waterbus Tour. Sebenarnya bisa menjadi pilihan bagi
pelancong jenis koper karena harganya berkisar ¥4000 – ¥8000 . Ketika kami melintas di depannya,
seorang laki-laki berjas menghampiri kami menawarkan paket wisata.
“sorry, where are you come from?”, sapanya
“Indonesia.” Jawab kami enggan, karena kami tahu dia akan
menjual sesuatu.
“You know bla bla bla.” dia menjelaskan semua yang ada di brosur sangat teliti, panjang
dan cepat tanpa bisa di sela.
Water Bus Tokyo |
Aku dan mas Eko berusaha melipir. Mungkin karena mas nya ganteng, Sita tersihir.
Sampai akhirnya dia bisa bilang kalau sedang buru-buru. Dia pun tersenyum ramah
dan memberikan beberapa brosur. Bukannya kami tidak sopan, tapi naik waterbus
tidak ada dalam agenda kami.
Tapi kemudian baru aku baca di brosurnya bahwa selain tur
berbayar juga ada yang gratis. Yaitu keliling Asasuka selama dua jam dengan
pemandu setiap hari Senin dan Kamis. Kalau ingin bergabung, bisa mendaftar di
Tokyo Cruise Center jam 09.00. Sayangnya hari Senin kami akan ke Museum
Doraemon.
Jirikinsha |
Tambahan lagi, di dekat jembatan banyak laki-laki dengan rupa
menawan berpawakan sempurna menawarkan jinrikisha, semacam becak yang ditarik
manusia. Harga yang ditawarkan ¥6000-¥8000 per 30 menit. Bagiku melihat mereka
saja sudah jadi hiburan tersendiri. Perlu diingat bahwa jinrikisha di Tokyo
hanya ada di Asakusa.
Jalan Shin – Nakamise dan Nakamise
Shin-Nakamise |
Tujuan pertama ku adalah beli oleh-oleh titipan di Nakamise.
Di sini terdapat hampir semua oleh – oleh khas jepang dengan harga yang kurang
terjangkau bagi petualang dengan budget ketat seperti aku. Sebagai gambaran
saja, satu gantungan kunci atau tempelan kulkas ¥350-¥500, boneka kokeshi
¥800-¥4000, kaos ¥950-¥1500 dan kimono yang mencapai puluhan ribu yen. Tapi
nantinya aku sadar oleh-oleh di sini ternyata lebih murah dari pada di tempat
lain. Menurutku oleh-oleh yang terjangkau adalah makanan. Kemasan makanan
disini sangat ekslusif dengan harga murah, rata – rata ¥650-¥1000 isi 10-20
buah.
Satu lagi yang menarik tentang Nakamise, banyak jajanan
rakyat khas Jepang. Aku, Sita dan mas Eko dimanjakan dengan makanan unik-unik,
setidaknya menurutku. Sebagai manusia yg kurang eksperimen dalam hal makanan,
aku mendobrak tembokku selama di Jepang. Yang pertama adalah Senbei, sejenis
kerupuk beras rasa asin seharga ¥70, yang biasa ¥50. Ketika dibilang asin ternyata lebih terasa
asin daripada garam. Harusnya aku pilih rasa biasa saja.
Senbei, Kerupuk beras |
Imagawaki yang dibuat dengan tangan |
Imagawaki yang dibuat dengan tangan |
Makanan kedua adalah imagawayaki. Makanan ini adalah semacam
2 pancake yang disatukan dan tengahnya diisi dengan selai kacang merah (azuki) yang
terasa manis. Selai yang terbuat dari kacang azuki, gula, madu dan tepung
banyak dijumpai di makanan manis khas jepang (wagashi). Dan enaknya dimakan
hangat-hangat. Mantap. Tidak perlu beli sebungkus, bisa cukup satu saja (¥60).
Selain kedua makanan tadi aku juga mencicipi ayam goreng dan dorayaki milik
Sita. Lumayan gratis.
Senso Ji |
Masih di kawasan yang sama, terdapat kuil Shinto yang paling
tua di Jepang yaitu Senso-Ji. Sebenarnya bangunan yang megah ini sebagian besar
bukan bangunan asli. Kuil yang dibangun pada tahun 645 ini dibom pada Perang
Dunia ke 2 kemudian dibangun kembali sebagai simbol kelahiran dan kedamaian
pada masyarakat Jepang. Keindahan bangunan ini semakin sempurna dengan sakura
bermekaran di sekelilingnya. Setiap tahun sekitar minggu ketiga bulan Mei,
disini selalu diadakan salah satu festival terbesar di Jepang yaitu Sanja
Matsuri. Festival yang digelar 3 hari berturut – turut ini biasanya dihadiri
lebih dari 2 juta orang. Info lebih lengkap tentang Sanja Matsuri bisa dilihat
di sini.
Tapi satu yang menarik perhatianku adalah O-mikuji, pembaca
peruntungan. Caranya adalah masukkan ¥100 pada kotak yang tersedia, kemudian kocok
tabung yang berisi stik bambu sebesar sumpit. Kocok sampai keluar satu stik
lalu cocokkan tulisan di stik itu dengan laci-laci berisi kertas peruntungan.
Untuk melakukannya aku membutuhkan bantuan ibu-ibu Jepang di sebelahku.
“Sumimasen.” Sapaku dan menunjuk stikku dan laci mengisyaratkan aku tidak
tahu caranya.
“Hai Hai.” Sambutnya dengan sangat ramah.
Setelah menemukan kertasku, dia melonjak bahagia membacanya.
Pasti bagus ini pikirku. Tapi kemudian dia menerangkannya dengan bahasa Jepang.
Wajahku yang awalnya berseri-seri berubah menjadi kebingungan.
“I don’t know, sorry.” Jawabku bingung
Lalu aku membaca kertas itu yang ternyata ada terjemahan
Inggrisnya dan tersenyum bahagia ke atas awan. Apa isinya? Cukup Allah, ibu itu
dan aku yang tahu.
Kemudian mereka mengisyaratkan untuk mengikat kertas itu
untaian kawat yang berada di samping tempat aku mendapat kertas tadi. Hal ini
dilakukan apabila mendapat peruntungan buruk maka semoga hal itu akan tetap
berada disana dan dijauhkan. Lain halnya jika peruntungan baik maka kertas bisa
dibawa pulang sebagai jimat keberuntungan atau diikat agar efek baiknya semakin
besar.
Bismillah.
subhanallah.. subhanallah.. kepingin banget ya Allah.. bisa gila lama-lama baca 2postingan di blognya. :D punten, teteh pake tour guide teu?
BalasHapus@dwi Oktafianti: gak pake say.. semua direncanain sendiri.. jadi bisa jauh lebih murah
BalasHapusNegara yg aku impikan untuk kudatangi.....klo perjalanan sendiri apa gak kesasar ya?
BalasHapuskesasar adalah keindahan perjalanan kang... Aq dah sering banget kesasar, tapi itu bisa jadi oleh2 cerita yang lucu lho :)
BalasHapusMbak maaf saya mau bertanya, apa makanan yang di jual di sana halal. Rencana saya mau libur ke tokyo tp kwatir dengan makanan/restoran yg halal.
BalasHapusKebanyakan tidak halal. Kalau sudah mentok, saya makan yoshinoya. Tapi disana ada beberapa restoran India dan Pakistan yang halal. Coba digoggling dengan keyword, halal food in Japan. :)
Hapushallo mba, mba aku sama temen ku ber 2 bulan maret akhir mau ke jepang insyallah mau tanya dong mba kalo paling enak tinggal di daerah mana ya yang dekat kemana mana di tokyo, dan kalo bulan maret cuaca di tokyo bagaimana ya?? baju apa yang harus kami siapkan?? terimakasih mba
BalasHapusMaaf baru balas, kelewat baca komennya. Semoga jawabanku berguna buat yang lainnya. Untuk Maret cuacanya masih sedikit dingin tapi mulai masuk ke musim semi. Jadi suhunya sekitaran 6-18 derajat.
HapusUntuk penginapan cari yang dekat dengan Asakusa atau Ueno, karena dari sana mudah untuk kemana - mana dan disekitaran sana banyak tempat yang bisa dikunjungi untuk menikmati sakura yang mekar diakhir bulan maret.
have fun :)
Melihat keramahan Tokyo. Mungkin hal itu yang bisa dikatakan ketika berkunjung di kota ini, banyak orang beranggapan Tokyo adalah kota metropolis kelas atas yang selalu terdepan dan mengutamakan inovasi. Asakusa menyajikan sesuatu yang lain. Ia menunjukkan budaya Jepang dengan adanya kuil Senso-ji yang masih berdiri kokoh hingga saat ini, lampion merah besar dengan huruf hiragana masih menjadi daya tarik utama bagi mereka yang menginjakkan kakinya di Asakusa. Distrik ini tidak pernah sepi. Para wisatawan selalu memadati area yang dipenuhi toko pernak-pernik dan lucky charm khas Jepang, menikmati naik rigsaw yang ditarik pemuda Jepang yang berpakaian tradisional, sampai ke tempat makan dengan sentuhan otentik negeri sakura ini dan harga yang relatif terjangkau.
BalasHapusTerima kasih sudah share :)
Hapus