Hanya
dibutuhkan satu tindakan kecil untuk merubah masa depan dunia dalam menghadapi
perubahan iklim. Itulah yang mungkin hendak dicapai oleh WWF Australia saat
mengadakan kegiatan "Earth
Hour" di Sidney pada 31 Maret 2007 pukul 19.30 ketika 2.2 juta
penduduk kota ini mematikan lampu selama satu jam. Earth Hour sendiri bukan merupakan latihan untuk mengurangi
penggunaan energi tapi lebih pada aksi simbolis untuk menunjukkan komitmen
individu, pelaku bisnis dan pemerintah untuk bersama-sama memecahkan masalah
lingkungan demi masa depan bumi. Sejak saat itu, kegiatan tersebut dilaksanakan setiap tahun dan pada 2013 lebih dari 7000
kota di 152 negara bergabung di kegiatan ini.
Jepang,
salah satu negara ekonomi terkuat di dunia ini, baru berpartisipasi pada tahun
2010. Beruntungnya aku, ketika berkunjung kesana Maret 2013 lalu, ternyata pada
tanggal 23 tepat pukul 20.30 WIB Tokyo Tower akan menghelat event ini. Aku pun
bertekad untuk menyaksikannya.
Menuju ke Tokyo Tower |
Harusnya
aku naik Metropolitan Subway Oedo Line dan turun di Akabanebashi Station, keluar
di Akabanebashi Gate namun salahku malah
naik Tokyo Metro. Tapi kalau aku kesini lagi, pasti aku akan memilih
moda transportasi bus. Turun persis di depan Tokyo Tower.
Kecewa.
Kesempatan menyaksikan momen langka itu pupus hanya karena kesalahan sepele.
Padam |
Kurang
10 menit lagi, Tokyo Tower akan kembali menyala, aku ingin mengabadikannya dengan
kameraku. Tapi sedikit
bingung harus ambil foto dari mana. Aku dan kedua temanku masih duduk persis di depan
counter informasi Tokyo Tower. Yang sedang bertugas malam itu adalah seorang gadis cantik yang
berpakaian kuning mirip busana pramugari.
“Sumimasen.
Where is the best spot to see the tower? I want to take a picture.”,
seraya menunjukkan kamera yang mengalung di leherku.
“Ehm.
Hai. Take a photo. Ehm. You go down then up and down and up.”, jelasnya sambil
menunjuk ke arah pintu keluar
Hening.
Kami hanya membatu tak mengerti.
Mungkin
karena kasihan, dia mengajak kami ke pintu keluar.
“Up,
down, up, down.” , sekarang gerakan tangannya ke atas dan ke bawah. Lama – lama
aku perhatikan mirip
gerakan joget John Travolta di Grease.
Kepala
kami mengangguk –angguk senantiasa mengikuti gerakan tangan petugas itu. Sepertinya
dia mengira kami mengerti dan
tiba – tiba dia meninggalkan kami yang sedikitpun tidak paham petunjuknya.
Ya sudahlah, kami pecahkan sendiri misteri
ini.
Ketika jalan
menuruni bukit mencari
tempat yang pas untuk mengabadikan momen Earth Hour ini, kami terkekeh – kekeh membahas
si mbak nya yang notabenenya bekerja di kantor pusat informasi wisatawan
tapi hanya bisa bicara
Bahasa Inggris
“up” and “down” saja.
Di
depan menara ini terdapat jalan turun menuju jalan utama. Di samping kanan dan
kiri terdapat jalur untuk pejalan kaki selebar 1 meter dan hanya dibatasi
dengan seutas tali. Aku harus mengabadikan event ini apapun yang terjadi.
Sesekali aku melewati pembatas itu untuk memotret, sesuatu hal yang tidak patut
ditiru. Untung saja tidak terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
Tidak
seperti negara lainnya, yang gegap gempita mengadakan Earth Hour, di Tokyo,
terutama Tokyo Tower hampir tidak ada yang menonjol. Tidak ada satu tanda pun
yang memperlihatkan bahwa sesuatu yang penting sedang terjadi.
21.30. Baris
demi baris lampu yang berada di menara ini mulai menyala. Tidak terlalu terang
tapi cukup untuk menyatakan bahwa Earth Hour telah selesai.
Di
tengah perjalanan, ada hal yang menarik perhatianku. Di depan sebuah rumah besar, yang
kelihatannya berkonsep tradisional namun elegan, sedang diparkirkan 4 buah mobil
mewah dengan sopir yang berjas necis berdiri di samping pintu penumpang. Rumah
itu dikelilingi oleh tembok dengan pintu
kayu di depannya. Setelah beberapa lama mengamati bagai detektif, terlihat
seorang wanita rupawan berpakaian sederhana namun terkesan sangat kaya.
Dia hanya berdiri di dekat pintu seperti menunggu seseorang. Tak berapa lama
seseorang paruh baya, dari pembawaan diri dan pakaiannya kurasa sangat penting
posisinya, keluar dengan beberapa pengawal. Seperti masuk ke adegan film.
Takut dipikir mata – mata atau orang aneh, kami bergegas pulang.
Ketika
sampai di perempatan, aku melihat sekumpulan orang di seberang jalan
membidikkan kamera ke arahku. Mulai dari telepon genggam sampai kamera
dengan lensa super. Hampir saja aku ge-er, Ketika aku menengok ke belakang, ternyata
mereka sedang memotret keindahan Tokyo Tower yang telah menyala sempurna.
Berkerumun mengabadikan Sakura dengan background Tokyo Tower |
Aura Romantis di dekat Tokyo Tower |
Catatan perjalananku lainnya selama di Jepang
Rincian Biaya 12 Hari Pertualanganku Di Jepang
Tokyo Dulu Dan Kini Melebur Di Asakusa
Cantiknya si Merah Jambu Ueno-Koen
Bawa Aku Kemana Saja, Doraemon
Bermain Siasat Dengan Transportasi di Tokyo
Really beautiful, wanna go there too someday :)
BalasHapusThanks for sharing
Thank you for spending your time reading my story...
HapusBest of luck for you.. ^_^
Hy, salam kenal, aku mau backpack ke jepang rencana September, tapi sedang bingung cari flat/ hostel termurah untuk 5/6 orang. Tokyo or Chiba, kira-kira ada saran atau komunitas indonesia di jepang yang bisa dihubungi? :)
BalasHapusterimakasihh,
jujur saja saya kurang paham mengenai penginapan tipe flat di Jepang. coba bisa browse di www.roomorama.com
HapusKalau untuk hostel bisa cari di www.hostelworld.com
Komunitas Indonesia di Jepang sepertinya ada di www.anaknegeri.com
tokyo tower...selalu mempunyai daya tarik sendiri walaupun ada Sky Tree.
BalasHapus